gaulislam edisi 169/tahun ke-4
(12 Shafar 1432 H/ 17 Januari
2011)
Apakah kita pernah merenung
sejak, betapa lemahnya kita saat
menghadapi masalah? Jika
jawabannya “iya”, berbahagialah
kamu. Sebabnya, sebagai manusia
kita memang lemah. Lalu apa
hubungannya dengan judul
artikel gaulislam edisi pekan ini
yang sepertinya bertolak
belakang? Ada hubungannya,
Bro. Dan, tentu tidak bertolak
belakang. Ungkapan bahwa
manusia memang makhluk yang
lemah, adalah benar. Kemudian
motivasi bahwa kita harus kuat
juga benar. Jadi ini boleh dikata
benar semua tergantung
konteksnya, yakni tergantung
pada apa yang sedang dibahas
dan situasi yang menjadi
pembahasan itu.
Sederhananya gini, kalo kamu
diminta menyadari bahwa sebagai
manusia adalah lemah, sehingga
kamu harus meminta pertolongan
dan bergantung kepada yang
lebih kuat, yakni pencipta kita,
Allah Swt., maka di situlah benar
sesuai konteksnya. Kemudian jika
kamu diminta bahwa kamu
sebagai pribadi muslim yang
mantap, harus menunjukkan
kekuatan yang kamu miliki: kuat
imannya, kuat imunya, kuat
kepribadiannya, kuat usahanya,
kuat inovasi dan kreativitasnya
dalam menghadapi terjalnya jalan
dakwah dalam rangka
menumbuhkan semangat
beragama, maka itu benar pula
sesuai konteksnya.
Nah, dalam pembahasan gaulislam
edisi ke-169 ini, kamu akan
diajak untuk menunjukkan bahwa
kamu kuat, bahwa kamu bisa
menjadi teladan, bahwa kamu
bisa menjadi pribadi tangguh
yang berakhlak mulia. Keren
bukan? Bisakah kita memiliki
kriteria itu? Bisa saja kok. Tapi,
syarat dan ketentuan berlaku.
Kok bisa? Iya lah. Nggak ada
yang bisa ujug-ujug jadi sakti
tanpa berlatih atau belajar ilmu
kanuragan terlebih dahulu. Nggak
ada orang yang langsung pinter
tanpa belajar. Itu sama artinya
juga dengan jangan mengharap
terjadi perubahan besar dalam
hidup kita, tanpa kita sendiri
berupaya untuk melakukan
perubahan tersebut. Setuju ya?
Kuat imannya
Barangkali kita perlu tahu juga
lho, apa sih definisi iman itu? Yup,
menurut Ustadz Taqiyuddin an-
Nabhani, akidah atau iman adalah
pembenaran yang pasti (tahsdiiq
al-jaazim) yang sesuai dengan
kenyataan berdasarkan dalil.
Prof. T.M Hasbi ash-Shiddiqy juga
berpendapat bahwa, “Iman ialah
kepercayaan yang kuat, tidak
dipengaruhi oleh syak (ragu-
ragu) atau wahm (persangkaan
yang tidak beralasan) ataupun
zhann (persangkaan yang tidak
memiliki alasan kuat).
Jadi, keimanan itu harus benar-
benar tidak boleh ada keraguan.
Maka, ketika meyakini bahwa
hanya Allah Swt. sajalah yang
wajib disembah, maka seorang
Muslim tak akan pernah tergoda
untuk menyembah selain Allah
Swt. Bahwa hanya Allah Swt.
sajalah yang wajib diikuti
aturanNya, seorang mukmin
sejati tak akan pernah mau
menerima aturan selain aturan
yang ditetapkan oleh Allah Swt.
untuk mengatur kehidupannya di
dunia ini. Itu memang
konsekuensinya.
Bro en Sis, untuk mengimani Allah
Swt., kita bisa melalui dua jalan.
Pertama, bisa secara dalil akli
dan kedua secara dalil nakli. Dalil
akli, yakni kita beriman kepada
Allah Swt. dengan cara
memikirkan tanda-tanda
kekuasaanNya yang ada di langit
dan di bumi. Bukti bahwa Allah
Swt. itu ada bisa dilihat dari
seluruh ciptaanNya, yakni
manusia, alam semesta dan
kehidupan ini.
Sementara untuk membimbing ke
jalan yang benar, kita bisa
memadukan dalil akli ini dengan
dalil nakli, yakni cara mengimani
Allah Swt. melalui dalil-dalil yang
tertulis dalam pegangan hidup
kita, yakni al-Quran dan as-
Sunnah. Bahwa secara akal kita
bisa membuktikan keberadaan
Allah Swt. meskipun tidak
terlihat, maka secara nakli, dalil
tertulis di dalam al-Quran kita
akan lebih yakin bahwa Allah Swt.
itu bukan saja harus diyakini
keberadaanNya, tapi juga
aturanNya. Misalnya dalam firman
Allah Swt.: “Katakanlah:
“Kepunyaan siapakah bumi ini,
dan semua yang ada padanya,
jika kamu mengetahui ?” Mereka
akan menjawab: “Kepunyaan
Allah.” Katakanlah: “Maka apakah
kamu tidak ingat?” Katakanlah:
“Siapakah Yang Empunya langit
yang tujuh dan Yang Empunya
`Arsy yang besar ?” Mereka akan
menjawab: “Kepunyaan Allah.”
Katakanlah: “Maka apakah kamu
tidak bertakwa?” Katakanlah:
“Siapakah yang di tanganNya
berada kekuasaan atas segala
sesuatu sedang Dia melindungi,
tetapi tidak ada yang dapat
dilindungi dari (azab)Nya, jika
kamu mengetahui ?” Mereka akan
menjawab: “Kepunyaan Allah.”
Katakanlah: “(Kalau demikian),
maka dari jalan manakah kamu
ditipu ?” Sebenarnya Kami telah
membawa kebenaran kepada
mereka, dan sesungguhnya
mereka benar-benar orang-
orang yang berdusta. Allah
sekali-kali tidak mempunyai anak,
dan sekali-kali tidak ada tuhan
(yang lain) besertaNya, kalau
ada tuhan besertaNya, masing-
masing tuhan itu akan membawa
makhluk yang diciptakannya, dan
sebagian dari tuhan-tuhan itu
akan mengalahkan sebagian yang
lain. Maha Suci Allah dari apa
yang mereka sifatkan itu, ” (QS
al-Mu’minuun [23]: 89-91)
So, kekuatan iman ini sangat
penting untuk dimiliki oleh setiap
Muslim. Nggak gampang memang
untuk bisa memiliki keimanan
yang kuat, namun bukan berarti
tidak bisa dimiliki. Insya Allah bisa
selama kita berusaha untuk
meraihnya.
Nah, bagaimanakah agar iman itu
bisa kuat dan kokoh? Hmm …
Sebenarnya ketika kita beriman
kepada Allah Swt. melalui proses
berpikir yang benar dan
dibimbing wahyu Allah melalui al-
Quran dan as-Sunnah, insya Allah
akan memberikan efek kekuatan
kita dalam beriman kepadaNya.
Sebab, aktivitas berpikir akan
membantu kita untuk mencari
jalan keluar dalam berbagai
persoalan yang kita hadapi.
Bahkan Rasulullah saw.
menerapkan tradisi berpikir ini
dalam pembinaan kepada para
sahabatnya. Rasulullah
mengenalkan di dalam
pembinaannya suatu tradisi
berpikir yang merupakan follow
up dari pemahaman terhadap
pemikiran yang paling mendasar
tersebut.
Bagaimana agar cahaya
keimanan tetap menyala? Para
sahabat, generasi awal kaum
Muslimin yang berhasil dididik
Rasulullah saw. mengaitkan
aktivitas berpikir dengan
keimanan. Mereka menjelaskan
bahwa, “Cahaya dan sinar iman
adalah banyak berpikir” (Kitab
ad-Durrul Mantsur, Jilid II,
hlm. 409)
Kuat ilmunya
Selain iman yang wajib dikuatkan,
ilmu kita wajib ditingkatkan lho.
Untuk apa? Agar kita bisa
memahami banyak masalah dan
memberikan solusinya. Ilmu ibarat
obor penerang di kelamnya
malam. Ilmu adalah pelita.
Bayangin deh kalo kita nggak
punya ilmunya, niatnya
memperbaiki sepeda motor yang
rusak, malah akhirnya tambah
parah. Apalagi kalo kita cuma
mahir bongkarnya doang tanpa
bisa masangin lagi. Halah,
namanya itu mah “terima
bongkar nggak terima pasang”,
dong.
Bro en Sis, Allah memberikan
keutamaan lho kepada orang
yang kuat dan tinggi ilmunya.
Dalam al-Quran Allah akan
meninggikan derajat orang yang
berilmu. Subhanallah.
Penghargaan yang sangat
istimewa. Allah Ta ’ala berfirman
(yang artinya): “Allah akan
meninggikan orang-orang yang
beriman diantaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa
derajat. ”(QS al-Mujaadilah
[58]: 11)
Bro, kata “yarfa’illaahu” (“Allah
meninggikan”), ini memiliki makna,
Allah mengangkat. Yaitu
mengangkat kaum mukminin di
atas selain kaum mukminin dan
mengangkat orang yang berilmu
di atas orang yang tidak berilmu.
Pengertian ‘utul ilma (“orang-
orang yang diberi ilmu”), yang
dimaksud ilmu di dalam ayat ini
adalah ilmu syar ’i (agama, syariat
Islam). Sebab dengannyalah
seseorang akan mendapatkan
keterangan dalam mengamalkan
agamanya berdasarkan tuntunan
Allah dan RasulNya.
Kemudian makna
“ darojat” (“Beberapa derajat”),
menurut Imam al-Qurthubi
rahimahullah: yaitu derajat di
dalam agama ketika mereka
melaksanakan apa yang
diperintahkan.
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari
rahimahullah berkata: “Allah Swt,
mengangkat kaum mukminin dari
kalian wahai kaum, dengan
ketaatan mereka kepada Rabb
mereka. Maka (mereka taat)
pada apa yang diperintahkan
kepada mereka untuk
melapangkan ketika mereka
diperintahkan untuk
melapangkannya. Atau mereka
bangkit menuju kebaikan apabila
diperintahkan mereka untuk
bangkit kepadanya. Dan dengan
keutamaan ilmu yang mereka
miliki, Allah Swt. mengangkat
derajat orang-orang yang
berilmu dari kaum mukminin di
atas kaum mukminin yang tidak
diberikan ilmu, jika mereka
mengamalkan apa yang mereka
diperintahkan. ”
Beliau kemudian menukilkan
beberapa perkataan ulama, di
antaranya Qatadah rahimahullah:
“ Sesungguhnya dengan ilmu,
pemiliknya memiliki keutamaan.
Sesungguhnya ilmu memiliki hak
atas pemiliknya, dan hak ilmu
terhadap kamu, wahai seorang
alim, adalah keutamaan. Dan Allah
memberikan kepada setiap
pemilik keutamaan,
keutamaannya. ” (Tafsir ath-
Thabari, juz 28 hlm.19)
Sip deh, dari keterangan dan
penjelasan seperti ini kita bisa
kita pahami bahwa Allah Swt.
akan memberikan keutaan
kepada orang yang beriman
dibanding orang yang nggak
beriman, juga orang beriman
yang berilmu dengan orang yang
beriman tapi tidak memiliki ilmu
derajatnya juga beda. So,
kuatkan iman dan ilmu kita yuk!
Iman dan ilmu untuk
beramal shalih
Sobat gaulislam, iman yang kuat
disertai dengan ilmu yang kuat
insya Allah akan memberikan
‘ energi’ untuk menggerakkan
kita dalam beramal. Tentu saja
amal shalih dong ya, bukan amal
salah. Artinya, orang yang
beramal shalih dengan ikhlas,
insya Allah ia sudah beriman dan
berilmu tinggi, kuat iman dan
ilmunya. Kalo masih ada rang
yang beramal shalih tapi masih
pamrih, itu artinya dia belum
kuat iman dan ilmunya. Iya nggak
sih? Yuk, mulai sekarang, kita
belajar untuk meningkatkan
kualitas iman dan ilmu kita agar
menghasilkan amal shalih yang
hebat pula. Ya, kita harus kuat!
[solihin:
osolihin@gaulislam.com]