gaulislam edisi 171/tahun ke-4
(26 Shafar 1432 H/ 31 Januari
2011)
Pasti deh banyak orang
menginginkan bisa tampil
menarik, ganteng atau cantik
lalu ditaburi puja-puji dan decak
kagum dari mereka yang
melihatnya. Jujur kan kalo kamu
juga pengen bisa tampil keren
dengan wajah yang amboi dirindu
banyak orang? Sampe-sampe
buat kamu yang kebetulan
punya wajah jenis PPD alias Pas
Pasan Deh tetap ngotot pengen
dipermak. Bila perlu operasi
plastik. Cuma ati-ati aja, kalo
salah bahan tuh muka malah jadi
ember. Wakakakak … eh nggak
ding. Sori buat yang ngerasa
udah mirip sama ember. Hehehe..
abisnya punya wajah katanya
fotogenik. Difoto dekat sumur
malah jadi mirip timbaan (aduh
sori, jangan bikin rusuh ya
dengan candaan gue model gini!)
Bro en Sis, tampil keren dan jadi
idola, atau paling nggak bisa
dikenal orang lah, adalah
perasaan dan cita-cita yang ada
di lubuk hati kita yang paling
dalam. Buktinya, banyak orang
yang secara sadar akhirnya ikut
berbagai macam ajang pencarian
bakat dari berbagai jenis
keahlian: nyanyi, nari, olah vokal,
joget (lho.. lho.. kok sama aja ya?
Hehehe.. harap dipersori nih yang
nulis lagi ngelantur. Maklum, kalo
dikejar deadline gini jadi rada-
rada slebor nih nulis. Pengen
cepet beres, pengen cepet
ngerjain tugas yang lain.
Hasilnya? Ya, kamu bisa lihat
sendiri isi tulisan ini. Kalo bagus
ya alhamdulillah, kalo jelek yang
jangan dikritik (pletak! Hehehe..
boleh ding, silakan kritik aja
selama itu bisa baik buat
semuanya. Ok?)
Yup, bukti bahwa kita-kita
kepengen tampil keren dan bila
perlu mengundang decak kagum
orang yang melihat kita, adalah
kita merasa senang banget kalo
dipuji orang. Ngerasa bangga en
bahagia kalo sampe dinanti-nanti
kehadirannya. Wuih, pokoknya
jadi bintanglah. Keren kan?
Langsung aja rasakan sendiri.
Banyak orang pengen eksis di
situs jejaring sosial macam
facebook. Biar eksis rela tampil
narsis. Bikin status wall yang
unik-unik. Saking narsisnya
kadang ngabarin (entah kepada
siapa, karena mungkin temennya
sih udah pada molor semua jam
12-an malam mah), bahwa dirinya
tengah berada di Puncak,
misalnya. Terus nulis status di
wall FB gini: “@ Puncak Pass.
Bakar jagung sambil ditemani
kuntilanak ” (hehehe ini sih dusta,
Bro. Aseli).
Semua orang emang seneng kalo
dihargai dan dihormati. Sebab,
dalam diri manusia, siapapun dia,
Allah Swt. udah ‘nancepin’ naluri
mempertahankan diri. Dalam
bahasa Arab dikenal dengan
istilah gharizah al-baqa ’.
Penampakannya bisa dalam
bentuk ingin dihargai, ingin
dihormati, ingin diangap lebih,
ingin dianggap paling hebat, ingin
tetap eksis, ingin hidupnya
nyaman, ingin memiliki kekuasaan,
ingin diperhitungkan (kalo
dianggap bilangan aja mah nggak
mau, apalagi dijadikan ban serep,
pasti ogah tujuh tanjakan!).
Bro en Sis pembaca setia
gaulislam, lalu apa maksud judul
gaulislam kali ini: “Kerenkan
Dirimu, Sobat!”? Ya, tentu ada
alasannya. Ada maksud dan
tujuan. Ada targetnya juga.
Begini kalo mau diceritain sih.
Manusia itu memiliki sifat-sifat
yang positif dan negatif dalam
dirinya. Upayakan yang muncul
lebih dominan adalah sisi
positifnya. Sementara yang
negatifnya, kita minimalisir
(sebab kalo dihilangkan banget
kayaknya nggak bisa dan nggak
mungkin deh). Sisi positifnya apa?
Banyak. Manusia bisa berbuat
baik, manusia bisa pinter, bisa
menghargai, bisa menghormati,
bisa diajak kerjasama, bisa
dibawa mikir, bisa diminta
bantuan, bisa diberikan ilmu, bisa
dijadikan teman berjuang, bisa
semangat dan menyemangati,
bisa menjadi inspirasi, dan lain
sebagainya dari semua yang
positif. Kenapa ini perlu
diperhatikan? Karena manusia
adalah makhluk yang diciptakan
dalam bentuk yang sebaik-
baiknya. Dalam al-Quran Allah Swt
menyebut: Laqod kholaqnal
insaana fii ahsani taqwiim
(sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya).
Wuih.. coba deh bandingin ama
makhluk hidup ciptaan Allah Swt
yang lainnya. Pantas kita
bersyukur, sobat. Maka, jangan
sampe kita minim prestasi dan
minim amaliah, apalagi lost iman.
Jadi, kerenkan dirimu, sobat!
Tinggalkan dunia anak-anak,
ya!
Dunia anak-anak memang lucu,
karena yang ada di komunitas
berbaginya itu adalah anak-anak.
Lengkap dengan segala kelucuan,
keluguan, kepolosan dan penuh
rasa penasaran. Mimik muka
yang innocent tapi asik dilihat,
gaya bicara yang menggemaskan
dan semua hal yang khas anak-
anak. Usia mereka mulai dari
kelas bayi, balita, sampe umur
sepuluh tahunan atau sebelum
baligh. But, gimana jadinya kalo
dunia anak diisi komunitasnya
oleh orang-orang bertubuh
bongsor, berkumis dan
berjenggot, muncul jakun, udah
tumbuh bulu ketiak dan bulu-bulu
lainnya di bagian tubuh
tertentu? Well, itu sih bukan
lucu, bisa jadi malah nyebelin.
Apalagi kalo sikapnya juga
childish alias kekanak-kanakan.
Hadeeeuh.. yang ada bukan
nyubit gemes pipinya tapi malah
bisa-bisa ditampar tuh pipi kalo
bandel.
Sobat muda muslim, gue kadang
masih nemuin tuh ada orang
yang udah usia di atas 20-an
tahun tetapi sikapnya masih
kayak anak-anak. Misalnya,
susah diajak berdialog nyari
solusi, nggak mudah menerima
kritikan dan teguran (malah
ngeresponnya langsung dengan
cara memusuhi), nggak mudah
hidup di lingkungan yang nggak
nyaman buat dirinya (maka kalo
berhubungan dengan orang lain
dan suatu saat ada masalah di
antara mereka, maka solusinya
adalah meninggalkan masalah
tersebut, bukan
menyelesaikannya, karena dia
ingin mencari kenyamanan
menurut persepsinya), manja,
orang seperti ini juga sering
salah persepsi: kita niatnya ingin
bantuin dia, eh, dia malah
merespon inginnya dilindungi
(waduuh! Cape deh!). Beda dong,
membantu dengan melindungi.
Nggak keren banget tuh!
From nothing to something
Weis.. pake bahasa negerinya
Wayne Rooney segala nih
nulisnya. Sip, sekali-kali boleh lah.
Bukan supaya disebut keren,
tapi biar kamu juga jadi tambah
wawasan, meski hanya dalam
istilah bahasa. Iya nggak sih?
From nothing to something
secara kasarnya diterjemahkan
sebagai “dari tiada menjadi ada”.
Artinya pula, dari yang hanya
dianggap sebagai bilangan saja
kemudian menjadi diperhitungkan.
Keren ya? Benar adanya Imam
asy-Syafii. Beliau pernah
berkomentar bahwa “Pemuda
yang tidak memiliki ilmu dan
ketakwaan, matinya lebih baik
daripada hidupnya ”. Wuih, ini
sindiran telak kepada kita dari
seorang ulama besar yang tentu
saja ilmunya bejibun. So, hidup
terasa hambar kalo cuma diisi
dengan tidur, kentut, buang air
besar, buang air kecil, ngupil,
makan, main, beranak. Aduuh…
rasanya hidup terlalu berharga
kalo cuma diisi dengan hal
‘ sepele’ itu aja. Hidup bukan
sekadar tumbuh, tapi juga
berkembang. Itu yang perlu kita
perhatiin dan ingat terus dalam
prinsip hidup kita.
Lihatlah, kita perlu ngiri sama
orang-orang di luar Islam. Meski
mereka menyandang status kafir
alias tidak beriman, mereka bisa
berprestasi, bisa menjadi pribadi
yang hebat dalam bisnis, dalam
ilmu pengetahuan, dalam jiwa
sosialnya, dalam mendidik
anaknya, dalam membahagiakan
keluarganya, dalam mengelola
harta kekayaannya. Kita pantas
ngiri agar kita bisa berusaha
sebaik mereka karena kita lebih
hebat dalam ketaatannya
kepada Allah Swt. Kita, meski
tingkatan iman di antara kita
berbeda-beda, tetapi insya Allah
kita terselamatkan karena sudah
beriman kepada Allah Swt.
Berbeda dengan mereka, yang
memang tidak beriman. Nah, nilai
lebih inilah yang seharusnya
memotivasi kita untuk menjadi
pribadi yang lebih baik, menjadi
orang beriman yang hebat dalam
segala bidang, karena semua
amal shalih kita dilandasi oleh
keimanan yang utuh kepada Allah
Swt. Insya Allah. Kita pasti bisa
melakukannya. Siap ya.
Sementara orang-orang yang
nggak beriman kepada Allah Swt.,
tetapi mereka diberikan
kemudahan dalam rizkinya,
kemudahan dalam usahanya, dan
segala kenikmatan lainnya,
yakinlah, bahwa itu hanyalah
istidraj. Apa itu istidraj? Istidraj
adalah mengulur, memberi terus
menerus supaya bertambah lupa,
tiap berbuat dosa ditambah
dengan nikmat dan dilupakan
untuk minta ampunan, kemudian
dibinasakan.
Allah Swt. menjelaskan dalam
firmanNya (yang artinya): “Maka
tatkala mereka melupakan
peringatan yang telah diberikan
kepada mereka, Kami pun
membukakan semua pintu-pintu
kesenangan untuk mereka;
sehingga apabila mereka
bergembira dengan apa yang
telah diberikan kepada mereka,
Kami siksa mereka dengan
sekonyong-konyong, maka
ketika itu, mereka terdiam,
berputus asa. ” (QS al-An’aam
[6]: 44)
Rasullulah saw. bersabda: “Apabila
kamu melihat bahwa Allah Swt.
memberikan nikmat kepada
hambaNya yang selalu berbuat
maksiat, ketahuilah bahwa orang
itu telah diistidrajkan oleh Allah
Swt. ” (HR at-Tabrani, Ahmad
dan al-Baihaqi)
Nah lho. Itu artinya, kita jangan
berputus asa mencari rizki dan
mengubah diri kita menjadi lebih
baik, lebih keren dalam iman, ilmu
dan amalnya. BTW, penjabaran
detil tentang iman, ilmu, dan amal
udah kita bahas lebih detil di
gaulislam edisi 169 yang judulnya:
“ Kita Harus Kuat!” (silakan dibaca
lagi ya).
Bro, ini hikmah buat kita. Gimana
nggak, orang kafir yang mereka
(mungkin) saja tahu bakalan
dihancurkan semua yang mereka
anggap keren dan
membanggakan aja prestasinya
banyak yang keren di segala
bidang. Maka, kita harusnya lebih
semangat lagi, karena semua
yang kita ingin raih dan
kerenkan dalam diri kita sudah
dilandasi oleh keimanan. Tentu
berbeda nilainya dong ya. Ayo,
kita interospeksi: sudah
maksimalkah usaha kita untuk
membuat diri kita keren –tidak
saja di keren hadapan manusia,
tetapi yang utama adalah di
hadapan Allah Ta ’ala? Semangat
Bro en Sis! Tunjukkan bahwa kita
mampu menjadi sosok yang
tadinya pecundang jadi pejuang
dan pemenang: from zero to
hero! Yup, tadinya dianggap
biasa, menjadi luar biasa. Tadinya
anonim menjadi nonim. From
nothing to something. Keren dah!
Yuk mari, kerenkan dirimu
dengan ISLAM dan ajarannya
yang keren punya. [solihin:
osolihin@gaulislam.com]