gaulislam edisi 166/tahun ke-4
(21 Muharam 1432 H/ 27
Desember 2010)
Bro en Sis, makasih udah setia
nungguin gaulislam setiap
pekannya. Nggak terasa ya, edisi
pekan ini adalah edisi terakhir di
tahun 2010, karena pekan depan
insya Allah kita sudah berada di
awal tahun 2011, dan tentunya
kita semakin tua. Itu artinya
pula, kian berkurang saja jatah
hidup kita di dunia ini. Semoga
hidup kita senantiasa lebih baik
dari hari ke hari. Dan, insya Allah
kamu semua tetap akan
mendapatkan informasi, yang
tidak saja menarik, tetapi juga
bermanfaat dari buletin gaulislam.
Sebabnya apa? Karena kami di
gaulislam sangat sayang sama
kamu semua. Cieee.. ini bukan
rayuan gombal maupun rayuan
gembel, tapi jujur ini datangnya
dari lubuk linggau, eh maaf, dari
lubuk hati yang paling dalam.
Semoga saja kami di gaulislam
bisa selalu memberikan yang
terbaik untuk kamu semua dalam
belajar Islam. Insya Allah ya.
Kamu mungkin bertanya-tanya
kali ya, kenapa sih gaulislam
bahas tema beginian? Kenapa
nggak bahas soal kekalahan
timnas sepakbola Indonesia yang
dibantai timnas sepakbola
Malaysia 3 gol tanpa balas di
Final leg 1 AFF Cup? Bukankah
kita semua udah paham bahwa
hidup kita memang hanya sekali
dan hanya sesaat di dunia ini?
Ya, memang benar. Hidup kita
hanya sekali dan sesaat saja di
dunia ini. Semua orang insya Allah
banyak yang tahu dan sudah
sering dibahas. Namun, saya juga
masih menyimpan rasa khawatir,
khususnya buat kamu para
remaja. Why? Yup, karena meski
kelihatannya udah tahu dan
ngerti, tetapi sering LUPA. Catet
ya, saya tulis dengan huruf
kapital semua: LUPA. Kita dan
kamu semua bukan berarti tidak
tahu bahwa hidup di dunia ini
singkat. Nggak, bahkan sangat
paham. Tapi sayangnya banyak
yang lupa kalo hidup ini ternyata
singkat. Kadang malah kita juga
lupa identitas kita sebagai muslim
dan cinta Islam. Buktinya ya lebih
kecewa timnas sepakbola
Indonesia keok ketimbang
kecewa bahwa banyak kaum
muslimin yang melanggar syariat.
Ya, itu namanya lupa dalam
menentukan prioritas amal
perbuatan, termasuk dalam
menentukan cara berpikir dan
berperasaan. Kok bisa lupa?
Bisa saja, Bro en Sis. Namanya
juga manusia. Tempatnya salah
dan dosa. Memang harus diakui
juga bahwa ada manusia yang
menyadari kesalahan dan dosa
yang diperbuatnya, sehingga ia
benar-benar bertobat dan ada
juga yang nggak nyadar-nyadar
sampe wafat. Nah, kamu mau pilih
yang mana? Manusia yang mau
mengakui kesalahannya atau
tetap bangga dengan
kesalahannya?
Ih, manusia yang normal pasti
milihnya yang baik-baik dong ya.
Pasti ingin mengakui kesalahan
dan memperbaikinya di lain
waktu. Tidak mengulanginya lagi,
sekaligus berusaha menambah
terus kebaikannya. Itu baru
hebat, Gan!
Namun, jika melihat kenyataan
yang ada, kita perlu waspada
dan sedih juga menyaksikan
banyak remaja muslim yang
seolah tidak menyadari bahwa
hidupnya di dunia ini hanya sekali
dan sesaat pula. Amal yang
diperbanyak bukan amal shalih,
tetapi malah amal salah. Maksiat
dibanggakan, sikap taat syariat
malah diabaikan. Gaya hidup
hedonistik sepertinya sudah
akrab dalam gaya gaul remaja.
Kamu tahu hedonis kan? Sip,
hedonis adalah memuja
kenikmatan jasadi dan materi
demi kesenangan semata. Untuk
mendapatkan kedua jenis
kenikmatan itu, rela
menghalalkan segala cara karena
yang terpentinng adalah bisa
memuaskan hawa nafsunya
dalam memenuhi kenikmatan
jasadi dan materi. Kalo pengen
jelas, bisa kamu temukan di
kamus. Salah satunya penjelasan
ini: Dalam Kamus Inggris-Indonesia
karangan John M. Echols &
Hassan Shadily, “hedonism”
diartikan sebagai “Paham yang
dianut orang-orang yang
mencari kesenangan semata-
mata ”. Suatu way of life alias
jalan hidup yang mengedepankan
kesenangan itu, meliputi pola
pikir dan perasaan, penampilan
lahiriah dan perilaku.
Boys and gals, kita juga merasa
sedih jika melihat banyak teman
remaja yang kurang bergairah
menghadapi hidup. Baru
mendapat tantangan sedikit saja
langsung loyo dan nggak mau
bangkit, terus memilih KO.
Padahal kita harusnya optimis
dan sangat semangat
memanfaatkan setiap detik
waktu yang diberikan Allah Swt.
agar kita mampu menjadi pribadi
yang hebat dengan jatah waktu
hidup yang hanya sekali dan
singkat.
Saat kita diciptakan
Rasulullah saw. yang mulia, para
sahabatnya, para khalifah, para
ulama, ilmuwan muslim di masa
kejayaan Islam, pejuangnya dan
orang-orang hebat dan mulia
karena keimanan dan ketakwaan
lainnya diciptakan dengan proses
penciptaan yang sama. Berawal
dari sel sperma yang membuahi
sel telur dan atas izin Allah Swt,
jadilah embrio, lalu dalam waktu
tertentu tumbuh sebagai janin
dan akhirnya lahir ke dunia.
Bagaimana dengan para begundal
macam Fir ’aun, Abu Jahal, Hitler,
Mussolini, George W Bush dan
orang yang sejenis perilakunya
dengan mereka, apakah
diciptakan dari bahan yang
berbeda dengan orang-orang
yang mulia? Nggak. Sama, Bro.
Semua manusia diciptakan sama.
Bahan bakunya sama: sel sperma
(air mani) dan ovum (sel telur).
Allah Swt, menyampaikan
penjelasan ini dalam firmanNya
(yang artinya): “Bukankah dia
dahulu setetes mani yang
ditumpahkan (ke dalam rahim),
kemudian mani itu menjadi
segumpal darah, lalu Allah
menciptakannya, dan
menyempurnakannya, ” (QS al-
Qiyaamah [75]: 37-38)
Dalam ayat lain (yang artinya):
“ Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari
setetes mani yang bercampur
yang Kami hendak mengujinya
(dengan perintah dan larangan),
karena itu Kami jadikan dia
mendengar dan melihat. ” (QS al-
Insaan [76]: 2)
Tuh kan, amat jelas. Bahwa yang
beriman dan yang kafir
diciptakan oleh Allah Swt. dari
bahan yang sama. So, yang
membedakan mereka satu sama
lain ketika sudah lahir ke dunia
adalah informasi dan cara
belajarnya untuk memperbaiki
kualitas hidupnya. Apa yang
diperbuatnya di dunia inilah yang
akan dipertanggung jawabkan
nanti di akhirat kelak.
Allah Swt. berfirman (yang
artinya): “Dia-lah yang
menciptakan kamu dari tanah
kemudian dari setetes mani,
sesudah itu dari segumpal darah,
kemudian dilahirkannya kamu
sebagai seorang anak, kemudian
(kamu dibiarkan hidup) supaya
kamu sampai kepada masa
(dewasa), kemudian (dibiarkan
kamu hidup lagi) sampai tua, di
antara kamu ada yang
diwafatkan sebelum itu. (Kami
perbuat demikian) supaya kamu
sampai kepada ajal yang
ditentukan dan supaya kamu
memahami(nya). ” (QS al-Mu’min
[40]: 67)
Juga dalam ayat yang lain Allah
Swt. berfirman (yang artinya):
“ Apakah kamu kafir kepada
(Tuhan) yang menciptakan kamu
dari tanah, kemudian dari
setetes air mani, lalu Dia
menjadikan kamu seorang laki-
laki yang sempurna ?” (QS Kahfi
[18]: 37)
Kalo kamu masih belum puas,
Allah Swt. juga berfirman (yang
artinya): “Dia telah menciptakan
manusia dari mani, tiba-tiba ia
menjadi pembantah yang
nyata. ?” (QS an-Nahl [16]: 4)
Ayat-ayat ini membuktikan
kepada kita bahwa manusia
(anak keturunan Adam)
diciptakan dari “bahan baku”
yang sama. Orang yang sekarang
beriman, berilmu dan gemar
beramal shalih ditempatkan di
rahim ibunya sebelum lahir ke
dunia. Orang yang pikirannya
korengan dan hatinya borok
alias gemar maksiat dan tak
mengimani Allah Swt. pun sebelum
lahir ditempatkan sama di rahim
ibunya. Tak ada bedanya.
Kalo dalam penciptaan saja sama,
dan saat itu kita lemah kenapa
harus merasa berkuasa dan
menentang Allah Swt.? Kalo
memang perkasa, harusnya
nggak lemah dan bisa menghidupi
diri sendiri sejak “menciptakan
diri sendiri” sampai lahir ke dunia.
Iya nggak sih? Nah inilah
renungan buat kita semua,
bahwa kita sejak awal
penciptaan tak dibedakan
prosesnya.
Bro en Sis, dalam hadis Qudsi
Allah Swt. berfirman (yang
artinya): “Wahai anak Adam,
sesungguhnya Aku telah
menetapkanmu dalam kandungan
ibumu. Aku telah menyelubungi
wajahmu dengan lapisan agar
kau tak bisa keluar dari rahim.
Kujadikan wajahmu mengarah
kepada punggung ibumu agar
bau makanan tidak
mengganggumu. Aku buat dirimu
bisa berputar ke kanan dan ke
kiri. Sesungguhnya yang ada di
sebelah kananmu adalah hatimu
dan di sebelah kiri adalah limpa.
Aku ajarkan dirimu cara berdiri
dan duduk selama engkau
berada dalam kandungan.
Setelah tiba waktumu, Aku utus
malaikat yang bertanggung
jawab untuk mengeluarkanmu
dari rahim. Ia pun
mengeluarkanmu darinya dengan
bulu-bulu dari sayapnya. Tiada
gigi yang bisa menggigit yang
bisa menggigit kau miliki, tiada
juga tangan yang bisa
menggenggam, ataupun kaki
yang bisa melangkah. Lalu
timbulkan bagimu dua pembuluh
darah dalam dada ibumu yang
mengalirkan susu untukmu. Ia
akan terasa panas di musim
dingin dan dingin di musim panas.
Aku tanamkan cintamu dalam
hati kedua orang tuamu. Mereka
tidak akan pernah kenyang
hingga kau kenyang dan tidak
akan tidur hingga kau
tertidur. ” (Dr. Musfir bin Said az-
Zahrani, at-Taujiih wal irsyaadun
nafsi minal Qur ’anil karim was-
Sunnatin Nabawiyyah (eds.
terjemahan), hlm. 82)
Oya, ini juga menjadi proses
kesadaran bagi kita bahwa kita
tak perlu merasa minder dengan
orang yang hebat saat ini. Kita
hanya perlu memahami bahwa
“ start” semua orang sama.
Semua manusia lahir ke dunia
setelah melalui proses yang
sama. Itu sebabnya, tidak ada
alasan bahwa kita harus
menyerah dan tak semangat
dalam hidup. Sebaliknya, siapkan
diri untuk berprestasi. Karena
hidup tak sekadar tumbuh, tapi
juga harus berkembang. Kalo
cuma tumbuh, kita jadi nggak
ada bedanya dengan ‘peradaban’
hewan. Justru kelebihan manusia
dari hewan adalah karena
manusia memiliki akal untuk
berpikir. Contoh nyata, manusia
dengan pemikirannya bisa
mengembangkan kehidupannya.
Hewan tidak. Jika manusia
kedinginan ia akan mencari
kehangatan. Tidak puas dengan
sekadar duduk di depan api
unggun, manusia menciptakan
pakaian pelindung, menciptakan
tempat tinggal yang bukan saja
melindunginya dari dingin, tapi
juga sengatan matahari. Hewan?
Malah manusia yang membuatkan
rumah, eh kandangnya. Silakan
eksplorasi sendiri perkembangan
yang berhasil dibuat oleh
manusia. Amat banyak dan
bahkan teramat terbanyak. Allah
Swt. memberikan semua itu
untuk kebaikan manusia. Tetapi
ternyata masih aja ada manusia
yang nggak menyadarinya.
Ngeyel bener deh tuh!
Hiasi dengan iman, ilmu dan
amal
Para orangtua kita mungkin
sering banget nasihatin kita soal
kehidupan. Maklumlah, mereka
kan lebih banyak waktu yang
dihabiskannya di dunia ini
ketimbang kita. Usianya aja jelas
jauh beda ama kita. Iya dong,
kalo seumuran namanya temen,
bukan ortu. So, wajar banget
dong kalo nasihatin kita-kita soal
hidup. Karena ortu kita udah
pengalaman puluhan tahun lebih
lama di dunia ini ketimbang kita-
kita. Tul nggak sih?
Sobat muda muslim, kita juga jadi
bisa belajar kepada ortu atau
siapa pun yang lebih pengalaman
dan lebih tahu tentang
bagaimana menjalani hidup
dengan nyaman, aman, dan
tentunya menikmatinya dengan
senang hati. Meski, tentu saja,
bukan hidup namanya kalo nggak
ada rintangan, halangan, dan
bahkan tekanan. Karena
kehidupan itu sendiri adalah
ladang ujian buat kita, sekaligus
ladang ibadah dan amal. Kalo kita
bisa menjalaninya dengan baik,
maka ujian hidup itu akan
memberikan kita pengalaman
yang sangat berarti.
Itu sebabnya, kita wajib heran
kalo ada orang yang menjalani
kehidupan tanpa mimpi, tanpa
cita-cita, tanpa target, tanpa
evaluasi, dan bahkan tanpa
belajar. Sebab, hidup di dunia ini
harus ada bekasnya. Baik untuk
diri sendiri, orang lain, untuk
agama kita, dan juga untuk
ibadah kepada Allah Swt. Tolong
dicatet ya.
Bro en Sis, banyak ilmu dan amal
tapi nggak beriman, percuma.
Banyak amal tapi tanpa disertai
ilmu yang benar juga kayaknya
sia-sia banget, apalagi nggak
beriman. Jadi, formula yang
tepat itu adalah, kita beriman
terlebih dahulu, kemudian belajar
sehingga berilmu dan
mengamalkan ilmu untuk
kebaikan sesuai tuntunan dari
Allah Swt dan RasulNya. Lengkap
deh namanya.
Maka, supaya kita bisa menikmati
hidup ini dengan tenang dan
enak, hiasi hidup ini dengan iman,
ilmu dan amal shalih. Keimananlah
yang membedakan antara
seorang mukmin dengan seorang
kafir. Allah Swt. sudah
menjanjikan ganjaran surga di
akhirat kelak bagi orang-orang
yang beriman: “Dan orang-orang
yang beriman serta beramal
saleh, mereka itu penghuni
surga; mereka kekal di
dalamnya. ” (QS al-Baqarah [2]:
82)
Allah Swt. juga meninggikan
orang yang beriman dan berilmu,
sebagaimana dalam firmanNya: “…
niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. ” (QS al-
Mujaadilah [58]: 11)
Sobat, insya Allah iman kita, ilmu
kita, dan amal shalih kita akan
memberikan tambahan
kenikmatan dalam menjalani
kehidupan di dunia ini sesuai
dengan ajaran yang kita anut
selama ini, yakni Islam.
Oke deh, semoga tema yang
dipilih gaulislam edisi ke-166 di
pekan ini bisa memberikan
semangat dan wawasan baru
buat kamu semua dalam
menjalani kehidupan di dunia.
Tetap optimis, sabar, bersyukur
dan senantiasa menanamkan
kekuatan iman, semangat
mengkaji ilmu, dan gemar
melakukan amal shalih kepada
sesama. Sip deh, jadikan hidup
yang memang sekali dan sesaat
ini penuh makna dan nikmati
sesuai aturanNya. Siap kan?
Harus! [solihin:
osolihin@gaulislam.com]