MEWASPADAI
DATANGNYA MUSIBAH
LAIN
[Al-Islam 475] Sudah lebih dari
sepekan lalu ‘Gempa Sumatra’
terjadi. Korban tewas akibat
gempa berkekuatan 7.6 skala
ritcher itu terus bertambah.
Berdasarkan data dari Satkorlak
Penanggulangan Bencana
Sumatera Barat (4/10), korban
tewas berjumlah 603 orang.
Kemungkinan korban tewas bisa
mencapai 1.000 orang. Korban
luka-luka juga terus mengalami
peningkatan; yang luka berat
sebanyak 412 orang dan luka
ringan sebanyak 2.093 orang.
Adapun korban yang mengungsi
sebanyak 736 orang (Republika
Online, 4/10/2009).
Namun, Pemerintah seperti tidak
mau belajar. Seperti sudah
menjadi kebiasaan, penanganan
korban gempa oleh Pemerintah
selalu terlambat. Buktinya, meski
ribuan orang selamat,
sebagiannya—terutama para
pengungsi—tetap menderita.
Pasalnya, meski telah enam hari
pasca gempa, distribusi bantuan
gempa terkesan lamban, padahal
akses jalan ke sejumlah
kabupaten dan kecamatan telah
lancar. Akibatnya, sebagian besar
korban gempa kini mulai mengaku
kelaparan. Menurut warga,
jangan bantuan sembako, tenda
plastik darurat untuk berteduh
pun tidak mereka dapatkan. Jika
kondisi ini berlanjut, bukan tidak
mungkin nasib yang lebih buruk
akan menimpa mereka, terutama
anak dan balita. “Jangankan susu
bubuk untuk bayi, beras pun
belum pernah kami terima walau
hanya satu kilogram. Kalau terus
begini, bayi kami bisa kelaparan
dan meninggal dunia,” keluh
Siswandi warga Kecamatan
Patamuan, Kabupaten Padang
Pariaman (5/10). “Biarlah rumah
kami hancur diterjang gempa,
yang penting anak-anak kami
selamat…,” keluh Ibu Aisah yang
mempunyai balita usia dua tahun
(Detiknews, 5/10/2009).
Pemerintah Harus Bertindak
Cepat
Seorang Muslim tentu memiliki
kewajiban untuk menolong dan
membantu saudara-saudaranya
yang sedang ditimpa kesulitan,
termasuk akibat gempa. Jamaah,
organisasi massa dan partai Islam
juga memiliki tanggung jawab
yang sama, bahkan lebih besar.
Namun demikian, tanggung jawab
terbesar sesungguhnya ada di
pundak Pemerintah sebagai
pengurus, pelayan dan pelindung
rakyat. Pemerintah semestinya
memiliki departemen atau
direktorat khusus
penanggulangan bencana yang
senantiasa stand by dalam
menangani bencana dan
korbannya.
Dalam Khilafah Islam, pendanaan
untuk penanggulangan bencana
diambilkan dari pos pendapatan
fai’, kharaj dan harta pemilikian
umum (lihat: Abdul Qadim Zallum,
Sistem Keuangan di Negara
Khilafah, hlm. 18). Jika kas Baitul
Mal sedang kosong maka Khalifah
sebagai kepala negara
menghimbau rakyat kaum Muslim
untuk mengulurkan bantuan
uang maupun barang. Jika uluran
bantuan rakyat tidak mencukupi,
negara bisa menarik pajak
khusus untuk penanggulangan
bencana kepada para wajib
pajak. Dengan demikian, negara
akan segera dapat mengatasi
masalah tersebut dengan cepat
tanpa harus kekurangan dana.
Sabar Menghadapi Musibah
dan Keutamaannya
Musibah/bencana seperti gempa
memang pasti menimbulkan
penderitaan. Namun demikian,
bagi seorang Muslim, di balik
musibah sesungguhnya ada
keutamaan, tentu jika musibah
itu disikapi dengan kesabaran.
Keutamaan yang dimaksud
antara lain:
1. Terhapusnya dosa dan
kesalahan.
Nabi saw. bersabda, sebagaimana
dituturkan Abu Hurairah ra.:
« مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ
وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ
أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ
يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ
خَطَايَاهُ»
Tidak ada penyakit, kesedihan
dan bahaya yang menimpa
seorang Mukmin hinggga duri
yang menusuknya melainkan Allah
akan mengampuni kesalahan-
kesalahannya dengan semua itu
(HR al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis lain Nabi saw.
bersabda:
« مَا يَزَالُ الْبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ
وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ
وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا
عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »
Cobaan senantiasa akan menimpa
seorang Mukmin dan Mukminah—
baik menimpa dirinya, anaknya
maupun hartanya—hingga ia
bertemu dengan Allah dalam
keadaan tidak mempunyai dosa
(HR at-Tirmidzi).
2. Memperoleh pahala dan
keridhaan Allah.
Anas ra. meriwayatkan sebuah
hadis secara marfû’,
“Sesungguhnya besarnya pahala
bergantung pada besarnya
cobaan. Jika Allah mencintai
suatu kaum maka Dia akan
mengujinya dengan cobaan. Siapa
saja yang ridha atas cobaan
tersebut maka dia mendapat
keridhaan Allah…”
3. Mendorong untuk ber-
taqarrub dan banyak beribadah
kepada Allah SWT.
Betapa banyak Muslim yang
setelah ditimpa musibah
terdorong untuk ber-taqarrub
kepada Allah dan berdoa/
beribadah kepada-Nya, yang
semua itu tak pernah ia lakukan
sebelum tertimpa musibah (QS
Fushilat [41]: 51).
4. Merupakan indikasi bahwa
Allah menghendaki kebaikan.
Rasulullah saw. bersabda:
« مَنْ يُرِدْ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ
مِنْهُ»
Siapa yang dikehendaki oleh Allah
kebaikan maka Allah akan
menimpakan musibah kepadanya
(HR al-Bukhari).
Selain itu, orang-orang yang
sabar dalam menghadapi musibah
akan mendapatkan shalawat dan
rahmat dari Allah SWT (QS Ali
Imran [33: 155-157; diberi pahala
tanpa batas (QS); akan selalu
bersama Allah (QS al-Baqarah [2]:
153), dan Allah mencintainya (QS
Ali Imran [3]; 146).
Lebih dari Sekadar Sabar
Lebih dari sekadar keharusan
untuk bersabar, dalam
menghadapi musibah ini
selayaknya setiap Muslim
hendaknya:
1. Iman dan ridha terhadap
ketentuan (takdir) Allah.
Allah SWT berfirman:
] مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي
الأرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا
فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ
ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ [
Tiada suatu bencana pun yang
menimpa di bumi dan pada diri
kalian sendiri melainkan telah
tertulis dalam kitab (Lauhul
Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah (QS al-Hadid [57]:
22).
2. Memperbanyak berdoa dan
berzikir kepada Allah SWT.
Rasulullah saw. mengajarkan doa
bagi orang yang tertimpa
musibah:
« اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي
وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا »
Ya Allah, berilah aku pahala
karena musibah yang menimpaku
ini, dan berilah ganti bagiku yang
lebih baik daripadanya (HR
Ahmad).
Selain berdoa, berzikir akan
dapat menenteramkan hati (QS
ar-Ra’du [13] : 28).
3. Tetap berikhtiar.
Mengimani takdir bukan berarti
tidak berikhtiar. Saat terjadi
wabah penyakit di Syam, Umar
bin al-Khaththab segera
berupaya keluar dari negeri
tersebut. Ketika ditanya,
”Apakah kamu hendak lari dari
takdir Allah?” Umar menjawab,
”Ya, aku lari dari takdir Allah
untuk menuju takdir-Nya yang
lain.”
Rasulullah saw. pun memberikan
petunjuk bahwa segala bahaya
(madarat) wajib untuk
dihilangkan. Misalnya logistik,
tempat tinggal, masjid dan
sekolah yang hancur harus
diupayakan kembali
keberadaannya. Dalam hal ini,
tanggung jawab Pemerintah
sangatlah besar.
4. Bertobat.
Adakalanya musibah yang
menimpa adalah akibat dari dosa
yang diperbuat manusia (QS asy-
Syura [42]: 30). Karena itu, sudah
seharusnya seseorang yang
terkena musibah segera
bertobat kepada Allah SWT
dengan tobat yang sebenar-
benarnya. Nabi saw. bersabda:
« كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ
الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ »
Setiap anak Adam adalah
pendosa. Sebaik-baik pendosa
adalah orang yang suka
bertobat (HR at-Tirmidzi, Ibn
Majah, Ahmad dan ad-
Darimi).
5. Tetap Istiqamah dalam Islam.
Dalam setiap musibah, selalu ada
pihak-pihak tertentu yang
memanfaatkannya untuk tujuan
jahat. Misalnya kristenisasi.
Caranya adalah dengan
memberikan bantuan logistik,
medis, uang, rumah dan
sebagainya. Semua itu tidaklah
diberikan dengan tulus,
melainkan ada maksud keji di
baliknya. Ujung-ujungnya, orang-
orang kafir itu ingin sekali
memurtadkan orang Islam. Di
sinilah seorang Muslim dituntut
untuk bersikap istiqamah (QS Hud
[11] : 112).
Mewaspadai Datangnya
Musibah Lain
Nabi saw., sebagaimana
penuturan Ibn Umar ra., pernah
mewanti-wanti kita terkait
dengan kemungkinan datangnya
sejumlah musibah/bencana (lain)
yang menghampiri kita. Beliau
bersabda:
« خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ
بِاللهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ لَمْ تَظْهَرْ
الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى
يُعْلِنُوا بِهَا إِلاَّ فَشَا فِيهِمْ
الطَّاعُونُ وَاْلأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ
تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلاَفِهِمْ الَّذِينَ
مَضَوْا وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ
وَالْمِيزَانَ إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ
وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ
السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوا
زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ
مِنْ السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ
يُمْطَرُوا وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللهِ
وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلاَّ سَلَّطَ اللهُ
عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا
بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ وَمَا لَمْ
تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ
وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللهُ إِلاَّ
جَعَلَ اللهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ »
Ada lima perkara (yang harus
kalian waspadai)—aku berlindung
kepada Allah, jangan sampai hal
itu menimpa kalian: 1. Tidaklah
kekejian (perzinaan) muncul pada
suatu kaum dan mereka
melakukannya secara terang-
terangan, kecuali akan muncul
berbagai wabah dan berbagai
penyakit yang belum pernah
terjadi pada orang-orang
sebelum mereka. 2. Tidaklah
suatu kaum berbuat curang
dalam hal timbangan dan takaran
(jual-beli), melainkan mereka
akan diazab dengan paceklik,
kesusahan hidup dan kezaliman
penguasa. 3. Tidaklah suatu kaum
enggan membayar zakat,
melainkan mereka akan dicegah
dari turunnya hujan dari langit;
jika bukan karena binatang
ternak, niscaya hujan itu tidak
akan diturunkan. 4. Tidaklah para
pemimpin mereka melanggar
penjanjian Allah dan Rasul-Nya,
kecuali Alah akan menjadikan
musuh menguasai mereka, lalu
merampas sebagian yang ada
dari apa yang ada di tangan
mereka. 5. Tidaklah mereka
meninggalkan Kitabullah dan
Sunnah Nabi-Nya, melainkan Allah
menjadikan perselisihan di antara
mereka (HR Ibnu Majah).
Peringatan Baginda Nabi saw. ini
semestinya menjadikan kita
khawatir dan takut. Karena itu,
kelima perkara yang diisyaratkan
dalam hadis ini wajib harus
dihindari. Perzinaan harus segera
diberantas sampai ke akar-
akarnya (bukan malah dilokalisasi
dan dipelihara); ekonomi curang
harus segera ditinggalkan
(termasuk segala transaksi yang
didasarkan pada ekonomi
kapitalis seperti perbankan
ribawi, bursa saham dan valas,
utang luar negeri, privatisasi
BUMN, dll); zakat harus segera
ditunaikan; perjanjian dengan
Allah dan Rasul-Nya tidak boleh
dilanggar; dan hukum-hukum
Allah yang bersumber dari al-
Quran dan as-Sunnah harus
segera diterapkan oleh negara.
Jika tidak, berarti kita sedang
menantang datangnya musibah
yang lebih dahsyat, sebagaimana
diisyaratkan Baginda Nabi saw. di
atas. Jika demikian, betapa
sombong dan bodohnya kita. Wal
‘iyâdzu billâh! []
KOMENTAR AL-ISLAM:
MUI: Kapitalisme dalam Musibah
Akibatkan Musibah Lain
(Republika Online, 3/10/2009)
Kapitalisme dalam segala
bentuknya memang harus
dihapus, diganti dengan syariah
Islam!