[Al Islam 542] Mesir bergolak
oleh aksi massa besar-besaran
sejak 25 Januari lalu. Lebih dari
125 orang tewas dalam
rangkaian aksi unjuk rasa itu
dan lebih dari 1000 orang lainnya
ditangkap pasukan keamanan
Mesir.
Revolusi Mesir ini diilhami oleh
Revolusi Melati di Tunisia yang
berhasil mengusir presiden
Tunisia, Zine El Abidine Ben Ali,
setelah berkuasa selama 23
tahun. Inspirasi itu juga telah
menjalar ke Aljazair, Yaman,
Yordania. Dan mungkin juga akan
menjalar ke Syria, Libia, Sudan,
Saudi Arabia dan negara lainnya.
Rangkaian semua itu
digambarkan sebagai revolusi
arab yang berujung perubahan
di dunia Arab.
Perubahan Semu
Revolusi Melati di Tunisia memang
bisa mengusir diktator Zine El
Abidine Ben Ali, setelah 23 tahun
berkuasa. Setelah itu, kendali
negara beralih ke tangan
Mohammed Gannouchi, Kallal,
Fuad Mebazza. dan pemerintahan
persatuan. Sayangnya mayoritas
mereka adalah orang-orang Ben
Ali dan tetap dekat dan loyal ke
Prancis.
Di Mesir, Hosni Mubarak
dipastikan tidak bisa bertahan
dan harus turun. Presiden
Barack Obama, Senin (31/1),
mendesak ‘transisi yang tertib
dan mulus’ untuk demokrasi
Mesir (republika.co.id, 31/1). Di
lain pihak, 27 menlu Uni Eropa
juga mendesak Kairo untuk
mengambil pendekatan selangkah
demi selangkah, dimulai dengan
(pembentukan) pemerintah
sementara barbasis luas dan
berpuncak dengan pemilihan
demokratis (Kompas, 1/2).
Pihak-pihak oposisi Mesir,
termasuk sebagian besar dari
mereka yang telah bergabung
dalam Koalisi Nasional untuk
Perubahan di bawah Mohammed
ElBaradei, juga menyerukan
dibentuknya pemerintahan
transisi yang melibatkan semua
pihak terutama oposisi. Mereka
menunjuk ElBaradei -sebagian lain
menunjuk Amr Mousa, yang
menjabat sebagai sekjen Liga
Arab, dan mantan Menlu Mesir-
untuk menegosiasikan hal itu
dengan pemerintah (lihat,
Aljazeera.net, 31/1). Di sisi lain,
Wapres Omar Suleiman
menyatakan (1/2) bahwa ia
ditugaskan melakukan dialog
dengan kekuatan oposisi tentang
sejumlah masalah terutama
reformasi konstitusi dan yuridis
(BBC.co.uk/Arabic, 1/2).
Maka hasil revolusi Mesir pun
bisa diprediksi. Mubarak turun
dan dibentuk pemerintahan
transisi. Pemerintahan transisi
maksimal hanya satu tahun.
Tugasnya memastikan terjadinya
reformasi konstitusi dan
pelaksanaan pemilu yang
demokratis. Reformasi konstitusi
dilakukan untuk membatasi
kekuasan presiden, menguatkan
posisi dan kekuasaan perdana
menteri, menguatkan posisi
parlemen dan terbentuknya
aturan yang menjamin
pelaksanaan pemilu demokratis.
Itulah hasil-hasil yang sangat
mungkin terjadi di Mesir mirip
yang terjadi di Tunisia.
Revolusi Melati di Tunisia yang
menginspirasi revolusi arab
hanya membuahkan perubahan
rezim. Revolusi Mesir kali ini
agaknya juga berakhir pada
pergantian rezim semata, tanpa
perubahan sistem yang berarti.
Tentu hal itu sungguh
disayangkan. Apalagi jika orang-
orang baru, baik di Tunisia
maupun Mesir, tetap saja dekat
atau loyal kepada barat, baik AS
atau Eropa, terutama Inggris dan
Prancis. Padahal untuk itu
ratusan nyawa dan darah suci
anak-anak kaum Muslim harus
menjadi tumbalnya.
Itu bukan yang pertama di dunia
Islam. Reformasi di Indonesia,
misalnya, memang berhasil
menumbangkan Soeharto. Namun
hingga kini persoalan Indonesia
belum selesai. Apa yang di era
Soeharto dikritik oleh
demonstran seperti maraknya
korupsi, kolusi, mafia peradilan,
kemiskinan, justru kembali
berulang saat ini. Dalam
beberapa hal bahkan lebih parah.
Kehidupan ekonomi rakyat pun
tidak lantas membaik pasca
reformasi. Era reformasi justru
melahirkan kebijakan ekonomi
kapitalisme neo liberal anti
rakyat seperti privatisasi,
pengurangan bahkan pencabutan
subsidi, pasar bebas dll.
Hal sama juga terjadi di Pakistan.
Diktator Musharraf berhasil
ditumbangkan dan diganti
dengan pemerintahan
demokratis. Hasilnya, pemerintah
demokratis itu sama saja dengan
diktator Musharraf, yaitu
menghamba kepada barat,
khususnya AS. Perekonomian
Pakistan pun tak juga bangkit.
Kehidupan rakyat tetap tidak
banyak berubah.
Begitu juga di Bangladesh, pasca
tumbangnya penguasa militer Zia
ulHaq dahulu. Juga yang terjadi
di dunia arab, pasca tumbangnya
rezim King Faisal di Irak, Saddam
Husein di Irak, raja Fuad di Mesir,
Anwar Sadat di Mesir tahun
1981, Shah Reza di Iran, dsb.
Semuanya sama, hanya berakhir
dengan pergantian rezim tanpa
ada perubahan sistem. Hasilnya
dapat kita lihat dan rasakan.
Dunia Islam termasuk negeri ini
tetap saja terpuruk. Rakyatnya
banyak yang menderita
sementara kekayaannya lebih
banyak dikuasai oleh segelintir
orang bahkan dirampok oleh
atau malah diserahkan kepada
kafir barat yang sejatinya
adalah musuh umat.
Umat ini sungguh telah berkali-
kali terjebak pada proses yang
sama. Padahal Rasulullah saw
bersabda:
»لاَ يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ
وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ«
Tidak selayaknya seorang
mukmin dipatok ular dari lubang
yang sama dua kali (HR al-
Bukhari dan Muslim)
Mewujudkan Perubahan
Hakiki
Pelajaran penting dari semua itu
adalah bahwa perubahan dan
pergantian rezim saja tidak
cukup. Pangkal masalahnya
bukanlah sosok Mubarak, Ben Ali,
Soeharto, Musharraf, Qaddafi, Ali
Abdullah Saleh, Raja Abdullah
atau rezim-rezim lain. Pangkal
masalahnya adalah sistem
sekuler demokrasi dan sistem
ekonomi kapitalisme yang
diterapkan oleh rezim-rezim itu.
Bahkan perubahan sebatas rezim
tanpa disertai dengan perubahan
sistem akhirnya kembali
mendudukkan “penumpang
gelap,” yang menjadi kaki tangan
poros imperialis. Rezim diktator
jatuh, diganti oleh rezim baru
yang masih pro Barat baik
Amerika, Inggris atau Prancis.
Menerapkan sistem yang sama.
Dan persoalan yang samakan
muncul berulang kembali.
Saatnya Kita berupaya
mewujudkan gelombang
perubahan hakiki. Di mana rakyat
tidak hanya menuntut sekadar
pergantian orang tapi juga
sistem. Karena rakyat akhirnya
menyadari pergantian orang
tidak banyak membawa
perubahan berarti, tanpa
perubahan sistem.
Untuk itu ada beberapa hal
penting harus diwujudkan:
Pertama, sistem alternatif itu
harus disiapkan. Sistem itu tidak
lain adalah sistem Islam dengan
syariahnya yang telah
diturunkan oleh Allah SWT, Zat
yang Mahatahu, Mahaadil lagi
Maha Bijaksana. Allah SWT
menyindir kita jika kita benar-
benar orang yang yakin :
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ
وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا
لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliyah yang
mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang yakin? (QS
al-Maidah [5]: 50)
Ibarat kita akan membangun
bangunan baru, menggantikan
bangunan lama yang sudah
bobrok, maka desain bangunan
baru itu harus dirancang dan
digambarkan. Begitu pula
mewujudkan perubahan hakiki
menuju sistem Islam, maka sistem
Islam yang termaktub di dalam
al-Quran dan as-Sunnah itu
harus digambarkan desainnya. Ini
sangat penting, karena tanpa
gambar desain itu bisa jadi akan
salah bangun dan tak akan
terwujud bangunan yang
diidamkan. Hizbut Tahrir telah
berupaya menggambarkan desain
sistem Islam itu baik Sistem
Pemerintahannya, Struktur
Pemerintahan dan Admistrasi,
Sistem Ekonomi Islam, Sistem
Pergaulan Islam, Keuangan di
Negara Khilafah, Sistem Pidana
dan Sanksi, Hukum-hukum
Pembuktian, dsb, sehigga siap
pakai dan siap bangun.
Kedua, terus dikomunikasikan
secara masif kebobrokan
bangunan sistem ideologi sekuler
kapitalisme dengan sistem politik
demokrasi, sistem ekonomi
kapitalisme, dsb. Sehingga umat
paham bahwa tidak ada gunanya
lagi sistem bobrok dan usang itu
dipertahankan dan terus
diterapkan.
Ketiga, kaum kafir barat dan
para pengusung sistem
kapitalisme yang bobrok akan
berupa dengan segala cara
untuk mempertahankan sistem
itu. Maka strategi dan cara-cara
mereka harus dibongkar kepada
umat. Jati diri mereka pun harus
ditelanjangi. Sehingga umat tidak
akan terpedaya oleh mereka
untuk mendukung
dipertahankannya sistem bobrok
tersebut.
Keempat, desain bangunan
sistem Islam harus terus
dikomunikasikan dan dipahamkan
kepada umat, terutama para
ulama, tokoh, militer dan ahlul
quwah. Upaya ini harus dilakukan
secara massif dan simultan.
Sehingga umat termasuk
tokoh,ulama dan Ahlul Quwah
paham akan kebaikan sistem
Islam. Mereka paham bahwa
penerapan sistem Islam dengan
syariahnya didalam bingkai
khilafah merupakan konsekuensi
keimanan.
Saat ini yang harus kita lakukan
adalah ambil bagian bergabung
dalam perjuangan ini. Kita pun
harus mengintensifkan proses
menjelaskan dan memahamkan
sistem Islam kepada segenap
komponen umat, terutama para
tokoh, ulama dan ahlul quwah
termasuk militer. Revolusi Tunisia,
Mesir memberi pelajaran
berharga bahwa jika umat telah
menghendaki dan mendesak
suatu perubahan maka tidak
akan terbendung. Sebagian
tokoh dan militer pun pada
akhirnya akan berpihak kepada
umat karena mereka adalah
anak-anak umat ini dan tentu
tidak akan bisa berhadapan
dengan umat yang melahirkan
dan mengasuh mereka.
Wahai Kaum Muslim
Perubahan rezim saja tidak
cukup, tetapi harus disertai
perubahan sistem. Sistem ideologi
kapitalisme dengan sistem politik
demokrasi dan sistem
ekonominya telah sama-sama
kita lihat dan rasakan
kegagalannya dan penuh
kebobrokan. Saatnya kita ganti
dengan sistem Islam yang berasal
Allah yang Mahaadil dan
Bijaksana. Desain sistem Islam itu
telah dirancang dan digambarkan
begitu jelas, juga telah dan terus
dikomunikasikan kepada Anda.
Saatnya kita tentukan sikap dan
kita penuhi seruan Allah dan
Rasulnya:
}يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ
وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا
يُحْيِيكُمْ{
Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah seruan Allah dan
seruan Rasul apabila Rasul
menyeru kamu kepada suatu
yang memberi kehidupan kepada
kamu (QS al-Anfal [8]: 24)
WalLâh a’lam bi ash-shawâb.
Komentar Al Islam
Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono tersinggung akan
adanya aksi menggalang koin
untuk Presiden. (Republika.co.id,
1/2/2011)
1. Seharusnya Presiden marah pada
diri sendiri dan sistem saat ini,
karena rakyat susah mencari
sekedar sesuap nasi, tak bisa
berobat hingga mati, harta
rakyat dikorupsi, dan kekayaan
rakyat diberikan ke luar negeri
2. Terapkan Syariah Islam dalam
bingkai Khilafah yang akan
mendistribusikan kekayaan
negeri untuk kemakmuran
rakyat sendiri. Begitulah
menunjukkan harkat, martabat
dan harga diri