NOBEL BAGI OBAMA,
IRONI BAGI DUNIA ISLAM
[Al-Islam 476] Komite Nobel
Norwegia memilih Presiden AS
Barack Obama sebagai penerima
Hadiah Nobel Perdamaian tahun
ini (2009). Alasannya, Obama
dipandang telah melakukan
upaya luar biasa untuk
memperkuat diplomasi
internasional, kerjasama di
antara umat manusia serta visi
dunia yang damai
(Kompas,10/10).
Dalam sejarah AS, Obama menjadi
presiden ketiga penerima Nobel
Perdamaian setelah Theodore
Roosevelt (1906) dan Woodrow
Wilson (1919). Hal ini mengundang
tanda tanya besar, khususnya
bagi Dunia Islam. Sehebat itukah
jejak dan rapor Obama dalam
mewujudkan perdamaian dunia?
Bagaimana dengan kenyataan
Dunia Islam yang masih terkoyak
hingga saat ini, yang justru
merupakan akibat penjajahan AS
dan sekutunya? Ataukah ini
adalah bagian dari makar global:
pencitraan terhadap orang
nomer wahid di AS dalam rangka
mendukung gagasan “soft
power” dalam menjaga
penjajahannya di Dunia Islam?
Tentu, kaum Muslim tidak boleh
terkecoh. Sebab, Amerika Serikat
(AS) bukan hanya seorang
Obama. AS adalah sebuah negara
dengan ideologi yang jelas. AS
telah menempatkan posisi
tunggalnya di dunia internasional
dan memaksa semua negara,
khususnya Dunia Islam, tunduk
pada seluruh kepentingan
ideologi kapitalisnya.
Menyoal “Rapor” Obama
Ada beberapa hal yang menjadi
bahan penilaian panitia Nobel,
yang menjadikan Obama dianggap
layak mendapatkan hadiah Nobel
tersebut. Ada lima isu utama
yang menjadi muatan dari
seluruh langkah diplomasi Obama,
yaitu: Dunia Islam, Timur Tengah,
senjata nuklir, multilateralisme
dan Penjara Guantanamo. Semua
isu tersebut terkait langsung
ataupun tidak langsung dengan
Dunia Islam.
Terhadap Dunia Islam, 22 Januari
2009 Obama menunjuk mantan
senator George Mitchell sebagai
utusan khusus Timur Tengah.
Penunjukkan ini menjadi pintu
masuk bagi Obama untuk
menyampaikan seruan kompromi
dan keseimbangan dalam
memandang konflik Timur Tengah.
Pada 6 April 2009 Obama
kemudian menyatakan, “AS tidak
akan pernah berperang melawan
Islam.” Hal ini ditegaskan ulang
oleh Obama pada kunjunganya di
Universitas al-Azhar Kairo, 4 Juni
2009, sebagai langkah untuk
memperbaiki citra AS di mata
kaum Muslim sedunia. Ia bahkan
mengutip al-Quran, Bibel dan
Taurat terkait dengan
pentingnya perdamaian di antara
semua manusia.
Namun, semua ini tidak
menjadikan sebagian umat Islam
yang melek politik memberikan
aplaus (sambutan dan harapan).
Pasalnya, Obama baru sekadar
membuat janji-janji dan tidak
memberikan sumbangan berarti
bagi perdamaian dunia. Obama
tidak melakukan apapun untuk
memastikan keadilan bagi Arab
dan Dunia Islam.
Bahkan penghargaan ini adalah
“lelucon” memalukan. Pasalnya,
selama ini AS melakukan
penjajahan di Irak dan
Afghanistan yang menjadikan dua
negeri kaum Muslim ini porak-
poranda dan rakyatnya dinaungi
duka dan derita. Sebenarnya
drama pemberian Hadiah Nobel
Perdamaian yang penuh
kejanggalan juga pernah
diberikan kepada PM Israil
Yitzhak Rabin 1994, pemimpin
negara penjajah tanah Palestina,
juga kepada Mmenlu Israel
Shimon Peres.
Fakta Menyedihkan di Dunia
Islam
Sembilan bulan sudah Obama
menjabat sebagai presiden AS.
Namun, selama itu, belum ada
satu pun negara yang terlibat
peperangan yang didamaikan
oleh Obama. Sebaliknya, Obama
malah masih mewarisi kebijakan
Presiden AS sebelumnya, George
W Bush, terkait dengan
penjajahan AS di Afganistan dan
Irak. Bahkan Obama, sebagai
panglima tertinggi Angkatan
Bersenjata AS, menambah jumlah
pasukannya di Afganistan. Tidak
menutup kemungkinan, Obama
malah akan membuka lahan
peperangan baru sebagai salah
satu jalan keluar dari krisisis
moneter dalam negeri AS jika hal
ini dipandang bisa menjadi
stimulus (pembangkit) dan
penyelamat ekonominya yang
hancur.
Terkait dengan Dunia Islam, sejak
Tragedi 9/11 (2001), atas nama
“Perang Melawan
Terorisme” (WOT), AS telah
menempatkan Dunia Islam sebagai
ancaman. Saat ini pun, AS di
bawah Obama tetap bertekad
akan mengabaikan perbatasan
negara dalam memburu siapa
yang mereka anggap sebagai
teroris. Afrika Timur, Asia
Tenggara, Eropa, Teluk Persia,
Afgan dan Pakistan dipandang
sebagai tempat subur terorisme
dan yang disebut oleh AS sebagai
“segala ancaman terhadap
Washingthon”. (Ar-Rahmah.com,
8/10).
Sebagai dampak dari “Perang
Melawan Terorisme” di Dunia
Islam, para penguasa di negeri-
negeri Islam telah melanggar apa
yang oleh mereka sendiri di
sebut sebagai HAM, tentu
dengan dukungan AS sebagai
pelanggar HAM nomer satu di
dunia. Contoh: Di Pakistan korban
penghilangan paksa atau
penculikan mencapai 8000-10.000
orang. Semua itu dilakukan oleh
negara hanya karena negara
mencurigai mereka terlibat
kegiatan atau jaringan
terorisme, seperti yang
dilaporkan Defence for Human
Right Pakistan (Eramuslim.com,
8/10). Di India kaum Muslim
dijadikan “kelinci percobaan”
terorisme. Mereka mengalami
diskriminasi dan pelanggaran HAM
pada tingkat yang sangat kritis
(Suaramedianews, 5/10). Di
Indonesia kaum Muslim bisa
menyaksikan berita saban hari,
bagaimana perburuan aparat
terhadap orang-orang yang
dicurigai sebagai teroris. Hingga
bulan Oktober 2009 aparat telah
menangkap lebih dari 335 orang.
Penangkapan tersebut diduga
sarat dengan pelanggaran HAM.
Sebagian yang ditangkap
dihukum mati sehingga
pengungkapan master mind
(dalang utama) dari kasus-kasus
terorisme itu tetap kabur, dan
drama “Perang Melawan
Terorisme di tingkat lokal masih
akan terus berlangsung.
Terkait dengan isu Timur Tengah,
AS masih menjadi pemain kunci
sekaligus penjaga keberadaan
penjajah Israel di Palestina.
Standar ganda AS dimainkan
sedemikian rupa melalui DK PBB,
untuk memastikan keamanan
Israel dengan segala cara.
Memang, pada tanggal 18 Mei
2009 Obama telah mendesak
Israel untuk mengakui Palestina
serta menghentikan
pembangunan pemukiman Yahudi
di Tepi Barat. Langkah
berikutnya, 26 Juli 2009 Obama
bertekad mewujudkan
kesepakatan damai antara Arab-
Israel yang benar-benar
komprehensif. Namun, semua itu
tidak berarti apa-apa, karena
tidak akan mengubah nasib
Palestina dan kaum Muslim yang
menjadi pemilik sah negeri
Palestina. Justru di belakang
meja, AS memasok senjata dan
mendanai militer Israel yang
notabene dipakai untuk
menghancurkan kaum Muslim di
Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Lalu dalam isu “Dunia Bebas
Nuklir”, AS sangat tidak adil
ketika menempatkan Iran
sebagai ancaman. Pasalnya, pada
saat yang sama AS diam seribu
bahasa terhadap ancaman nyata
zionis Israel dengan fasilitas
nuklirnya yang dibangun di
Dimona sejak tahun 1950. Bahkan
diperkirakan Israel telah memiliki
ratusan hulu ledak nuklir. Hal ini
tidak pernah terungkap ke
publik. Dengan manisnya, melalui
Menlu AS Hillary Clinton, AS
menyebut perundingan nuklir
Iran di Jenewa sebagai langkah
positif, karena Iran berjanji akan
memeriksa semua tempat
nuklirnya dan akan mengirim
uranium yang diperkaya pada
level rendah keluar negeri untuk
proses selanjutnya (Antara.com,
6/10).
AS menghancurleburkan Irak juga
dengan dalih senjata pemusnah
massal. Penderitaan menjadi
menu sehari-hari bagi rakyat
Irak hingga detik ini karena AS
sang penjajah dan sekutunya
masih bercokol di Irak. Padahal
hingga kini Irak tidak bisa
dibuktikan memiliki senjata yang
dituduhkan AS.
Tanggal 22 Januari 2009,
perintah Obama untuk menutup
Penjara Guantanamo dan
melarang penyiksaan tawanan
yang tidak manusiawi seolah
menjadi sihir baru: “kebaikan AS”
di ranah HAM. Padahal ini adalah
tipuan untuk menutupi kejahatan
dan kebiadaban AS yang
disembunyikan selama ini dalam
Perang Melawan Terorisme.
Bukan rahasia lagi, AS telah
memasukkan ribuan orang ke
dalam penjara yang sangat tidak
layak ini, yang sebagian
besarnya adalah kaum Muslim
dan dari negeri-negeri Islam.
Obama juga tetap melanjutkan
kebijakan pemerintahan
sebelumnya: memperlakukan
warga negaranya sendiri,
utamanya yang Muslim, secara
diskriminatif, hingga saat ini. FBI,
misalnya, dengan panduan dan
investigasi domestik yang baru
warisan George W Bush,
melakukan pengawasan di
masjid-masjid dengan
menempatkan informan
(Republika,3/10). Inilah potret
ironi penegakkan HAM oleh AS di
negerinya sendiri.
Wahai kaum Muslim:
Kisah Presiden AS Obama
menerima Nobel Perdamaian
sejatinya bukan sesuatu yang
mengejutkan. Dari berbagai fakta
yang ada, penjajahan di Irak dan
Afgan yang didukung oleh dunia
internasional masih berlangsung
hingga saat ini. Penyerangan oleh
Israel di tanah Palestina juga
masih berlangsung hingga detik
ini. Artinya, “udang di balik batu”
dari kisah pemberian Hadiah
Nobel ini tidak lebih dari sekadar
politik pencitraan dan
pengelabuan publik. Semua ini
dimanfaatkan oleh AS melalui
Obamanya untuk mendekati
sekaligus menundukkan Dunia
Islam pada semua kepentingan
AS.
Politik pencitraan dibutuhkan AS
demi strategi “soft power” yang
dicanangkan. Tujuannya adalah
untuk melanggengkan penjajahan
dan penguasaan Dunia Islam. Jika
hadiah ini dimaknai sebagai
‘dorongan’ dan penghargaan dari
upaya perdamaian yang dimotori
AS, faktanya, di lapangan lebih
kuat penolakannya.
Yang perlu di ingat,
sesungguhnya apa yang terjadi
di Dunia Islam juga direstui
bahkan sering difasilitasi oleh
para penguasa negeri-negeri
Islam. Berbagai penghianatan
para penguasa negeri Islam
menjadi jaminan bagi seluruh
penjajahan Barat dan AS dengan
berbagai bentuk dan gaya
barunya itu, dari mulai
penjajahan ekonomi melalui
lembaga IMF-nya, WOT (War on
Terrorism/Perang Melawan
Terorisme), hingga isu
Pemanasan Global (yang
sesungguhnya Dunia Islam adalah
korban dari negara-negara
industri). Semua ini menempatkan
negeri-negeri Islam masuk dalam
perangkap skenario AS dan
sekutunya.
Saatnya umat Berada dalam
Naungan Khilafah Islamiyah
Sesungguhnya, kedamaian dan
kemaslahatan dunia, khususnya
negeri-negeri Islam, tidak akan
pernah terwujud, selama sosok
seperti Obama dan AS dengan
ideologi Kapitalismenya masih
mendominasi perpolitikan dunia.
Ingatlah, tipudaya orang-orang
kafir tidak pernah berhenti.
Makar-makar mereka untuk
memadamkan cahaya Islam juga
tidak pernah istirahat sejenak
pun. Allah SWT berfirman:
] وَلا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى
يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ
اسْتَطَاعُوا[
Mereka tidak henti-hentinya
memerangi kalian sampai mereka
(dapat) mengembalikan kalian
dari agama kalian (kepada
kekafiran) seandainya mereka
mampu (QS al-Baqarah [2]:
217).
Allah SWT juga berfirman:
] لاَ يَأْلُونَكُمْ خَبَالا وَدُّوا مَا
عَنِتُّمْ [
Mereka tidak henti-hentinya
(menimbulkan) kemadaratan atas
kalian dan menyukai apa yang
menyusahkan kalian (QS Ali
‘Imran [3]: 118).
Sesungguhnya, hanya Khilafah
Islamiyah-lah yang mampu
mewujudkan keadilah, kedamaian
dan kemaslahatan dunia. Karena
itu, kami tidak henti-hentinya
mengingatkan, sudah saatnya
kaum Muslim untuk menegakkan
kembali Khilafah Islamiyah sebagai
satu-satunya institusi yang
secara syar’i wajib ada. Selain
itu, secara politik Khilafah
Islamiyah juga akan menjadi
pelayan, pengayom dan pelindung
kaum Muslim; bahkan akan
menjadi penegak keadilan dan
rahmat bagi seluruh umat
manusia di dunia. Nabi saw.
bersabda:
« وَإِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ
وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ »
Imam (Khalifah) adalah perisai,
tempat orang-orang berperang
dan berlindung kepadanya (HR
al-Bukhari).
Komentar al-Islam:
OC Kaligis: Perlu Audit Sistem
Hukum Nasional (Kompas,
12/10/2009).
Yang diperlukan adalah
formalisasi syariah Islam untuk
mengganti sistem hukum yang
ada.