XtGem Forum catalog
MENYATUKAN LANGKAH MENYONSONG TEGAKNYA KHILAFAH [Al-Islam 503] Rabu, 21 April 2010, sebuah perhelatan besar umat Islam, yakni Muktamar Mubalighah Indonesia (MMI), digelar di Istora Senayan Jakarta. Acara yang dihadiri oleh ribuan mubalighah seluruh Indonesia. MMI digagas Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI). Kegiatan ini dimaksudkan antara lain sebagai salah satu upaya untuk menyatukan langkah sekaligus mengokohkan peran Muslimah, khususnya para mubalighah, dalam mendukung perjuangan umat Islam demi tegaknya syariah dan Khilafah. Sebagaimana diketahui, makin banyak kalangan menyadari bahwa saat ini umat Islam di seluruh dunia dan Indonesia khususnya tengah menghadapi berbagai persoalan (penjajahan) baik ekonomi, politik, militer, hukum, sosial, budaya maupun pemikiran. Persoalan tersebut menjadikan umat Islam tidak lagi mampu menunjukkan dirinya sebagai khayru ummah. Seluruh problem di atas berpangkal pada tidak adanya kehidupan Islam yang di dalamnya diterapkan syariah di bawah kepemimpinan seorang khalifah yang dapat melindungi umat dari berbagai serangan dan gangguan. Dengan pertolongan Allah dan keikhlasan para pengemban dakwah, kini semua komponen umat, termasuk mubalighah di dalamnya, mulai bergulir dalam satu muara besar; kesadaran baru untuk menyongsong tegaknya syariah dan Khilafah. Mereka menyatukan langkah, berkiprah aktif dalam arus utama perjuangan penegakan Khilafah. Sebab, telah disadari bahwa Khilafah adalah bagian penting dari Islam; tidak ada perbedaan pendapat tentang itu (muqarrar ’inda ahli al-’ilmi wa la khilaf fihi). Ini adalah perkara penting yang dimaklumi dalam agama, bahkan menjadi ”fardh[un] wa wa’d[un minallahi ta’ala” (kewajiban dan janji dari Allah SWT). Peran dan Tanggung Jawab Pengemban Dakwah Sebagai bagian dari komponen umat Islam, para pengemban dakwah, termasuk di dalamnya para mubalighah, merupakan salah satu simpul umat. Mereka menjadi tempat bergantung dan rujukan umat atas berbagai persoalan keumatan. Mereka sekaligus menjadi penjaga kesatuan pemikiran dan perasaan umat. Dengan potensinya yang strategis ini, para pengemban dakwah, termasuk para mubalighah, selayaknya menjadi sosok terdepan dalam perubahan, mengajak dan memimpin umat untuk berjuang bersama meraih kemuliaan di dalam Islam. Para mubalighah adalah bagian dari para pengemban dakwah yang memiliki posisi yang mulia di hadapan Allah SWT karena memiliki peran strategis untuk mencerdaskan masyarakat (khususnya kaum perempuan) dengan Islam. Mubalighah berarti orang yang menyampaikan tablig yang berasal dari kalangan perempuan. Sama dengan para pengemban dakwah yang lain, para mubalighah siang hari senantiasa membina umat dan membentenginya dari kekufuran, kezaliman dan kefasikan. Adapun pada malam harinya mereka duduk, sujud bersimpuh, lalu bertafakur dalam doa bagi kemuliaan umat Muhammad ini. Karena keilmuannya, mereka juga adalah para ulama pewaris para nabi. Rasullah saw. bersabda: «وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ» Dan sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi. Dan sesunguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. (namun) mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah mendapatkan bagian yang melimpah (HR Abu Dawud, Ibnu Majah at-Tirmidzi, Ahmad, dan al-Darimi dari Abu Darda’). Maka dari itu, keberadaan para pengemban dakwah, termasuk mubalighah, laksana penerang dalam kehidupan. Mereka selayaknya memiliki karakter para ulama yang menjadi waratsatul anbiya’ (pewaris para nabi). Para mubalighah adalah para ibu tangguh yang mendidik anak-anaknya, para istri shalihah yang taat kepada suaminya dan para pengatur rumah tangga yang menata tempat tinggalnya. Mereka juga bergerak di tengah umat (kaum wanita) seperti halnya para ulama dari kalangan pria. Mereka berada di garda terdepan dalam membina umat (kaum wanita dan generasi di rumahnya) dalam memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah. Mereka, karena keilmuan dan keulamannya, laksana bintang-gemintang yang menjadi penerang dan penunjuk arah. Rasulullah saw. bersabda: «إِنَّ مَثَلَ الْعُلَمَاءِ فِي الْأَرْضِ كَمَثَلِ النُّجُومِ فِي السَّمَاءِ يُهْتَدَى بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ فَإِذَا انْطَمَسَتْ النُّجُومُ أَوْشَكَ أَنْ تَضِلَّ الْهُدَاةُ» Sesungguhnya perumpamaan para ulama di muka bumi laksana bintang-bintang yang ada di langit yang menjadi petunjuk pada gelapnya daratani dan laut. Apabila hilang bintang-gemintang itu hampir-hampir tersesatlah yang tertunjuki itu (HR Ahmad). Sebagai pihak yang mewarisi karakter ulama waratsatul anbiya’, para pengemban dakwah, termasuk di dalamnya para mubalighah, adalah orang-orang yang tak akan berdiam diri seraya memberi dukungan dan menyetujui kemungkaran dan kezaliman yang terjadi. Para pengemban dakwah, termasuk di dalamnya para mubalighah, menyadari bahwa kezaliman yang menimpa umat, khususnya persoalan perempuan dan generasi, hanya bisa dituntaskan dengan menegakkan kembali syariah Islam dalam sistem Khilafah. Untuk itu para pengemban dakwah dan para mubalighah akan senantiasa berupaya sungguh-sungguh mengoptimalkan potensi dan kedudukan yang dimiliki untuk meraih tujuan mulia tersebut. Fokus Perhatian Pengemban Dakwah Dalam pembinaan yang dilakukan di tengah-tengah umat, seyogyanya para mubalighah berpegang pada empat perkara sebagai berikut: Pertama: tentang kewajiban mendakwahkan Islam secara sempurna, yakni mendakwahkan akidah, ibadah, mendirikan negara-Nya dan semua hukum syariah-Nya. Allah SWT berfirman: ]يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّة [ Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara total (QS al-Baqarah [2]: 208). Kata as-silmi dalam ayat ini adalah Islam. Maksud ayat ini adalah, “masuklah kalian ke dalam semua ajaran Islam”. Maka dari itu, dakwahkanlah Islam dan amalkanlah secara total. Tidak dibenarkan mengambil satu bagian dan meninggalkan yang lain. Sebab, Allah yang telah mewajibkan shalat, zakat, haji dan puasa juga telah mewajibkan membaiat seorang khalifah, menegakan hukum hudud dan menunaikan semua hukum-hukum-Nya. Karena itu, untuk menjadikan umat siap menyongsong Khilafah, para pengemban dakwah, termasuk di dalamnya mubalighah, di tengah-tengah interaksinya dengan umat harus mengintegrasikan nilai akidah, syariah, Khilafah dan jihad secara utuh dalam jiwa umat. Kedua: tentang kewajiban berjuang untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan cara mendirikan Khilafah Rasyidah. Perkara ini adalah kewajiban bagi laki-laki dan perempuan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Banyak sekali nash syariah yang menjelaskan hal ini. Misal, saat Rasululah saw. dibaiat oleh tujuh puluh lima orang, dua di antaranya adalah perempuan, yaitu Ummu Imarah dan Ummu Mani’ ra. Ini terjadai pada Baiat Aqabah II yang dikenal dengan istilah Bai’atul Harb. Ketiga: tentang penyebaran tsaqafah kemuliaan (tsaqafah al-izzah). Allah SWT berfirman: ]وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لا يَعْلَمُون[ Kemuliaan itu hanyalah milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin. Namun, orang-orang munafik tidak mengetahuinya (QS al-Munafiqun [63]: 8). Tsaqafah kemuliaan perlu dibangkitkan kembali pada diri umat Islam, karena sejarah kemuliaan adalah salah satu energi untuk bangkit dari keterpurukan. Sejarah kemuliaan itu lekat dalam sejarah kehidupan umat Islam pada periode sebelum penjajahan Barat kafir menghancurkan Dunia Islam. Umat memiliki sejarah panjang dalam peradaban dan memerdekakan bangsa-bangsa yang lemah. Umat memiliki sejarah keagungan dalam berbagai kemenangan yang telah menyinari penjuru dunia. Dengan cara demikian, kita akan bisa menjaga karakter keislaman kita yang khas dan menjaga peranan kita sebagai pelopor dalam memberikan kesaksian (akan kemuliaan Islam) kepada umat manusia. Allah Swt berfirman: ]لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ[ Agar Rasul menjadi saksi bagi kalian dan agar kalian semua menjadi saksi bagi semua umat manusia (QS al-Hajj [22]: 78). Keempat: Selain akidah Islam dan kesuciannya, simbol-simbol Islam dan hukum-hukumnya, kaum Muslimah dan keluarga Muslim adalah sasaran atau target dari berbagai serangan yang dilancarkan oleh kaum kafir dan antek-anteknya. Karena itu, sebagai bagian dari komponen umat, suara para mubalighah dalam menolak intervensi kaum kafir harus kuat, sebagaimana kuatnya slogan kekufuran yang bertebaran demikian suburnya seperti slogan hak-hak perempuan, pembebasan kaum perempuan, konferensi kependudukan, kesetaraan jender, dll. Semua itu ditujukan untuk menyerang kaum Muslimah dan keterikatan mereka pada hukum syariah yang hanif. Karena itu, bersama komponen umat Islam yang lain, para mubalighah bertanggung jawab untuk menggagalkan segala usaha mereka. Kaum perempuan menjadi salah satu pilar yang kokoh dan sangat baik dalam bangunan Islam yang agung. Seperti itulah keberadaan kaum perempuan Muslimah. Sungguh mereka adalah sebaik-baik perempuan. Aktivitas Politik Perjuangan mengembalikan tegaknya sistem Khilafah meniscayakan perjuangan politik, yakni memperhatikan urusan-urusan umat agar diatur sesuai syariah Islam. Karena itu, kiprah seluruh komponen umat Islam, termasuk para mubalighah, dalam penegakan Khilafah juga harus diwujudkan dengan aktivitas politik, sebagai berikut: * Membina umat dan menjaga kejernihan pemikirannya. * Membangun kesadaran politik umat, yaitu kesadaran tentang bagaimana mereka memelihara urusannya dengan syariah Islam. Dari sini akan muncul para Muslimah yang pandai mengurus diri, keluarga dan masyarakat (kaum wanita) di sekitarnya; pandai mendidik anak, melahirkan generasi islami, dan berjuang di tengah masyarakat. * Memberikan solusi terhadap berbagai persoalan kehidupan dengan solusi Islam. * Melakukan kontrol dan koreksi terhadap penguasa. Ini bukan semata-mata tugas kaum pria. Sebab, perintah amar makruf nahi mungkar juga ditujukan kepada kaum perempuan * Mengembangkan jaringan untuk memperkuat dakwah syariah dan Khilafah. * Membela, menjaga dan mendukung upaya penegakan syariah dan Khilafah serta para pejuangnya. * Menjadikan diri dan keluarganya sebagai teladan dalam pelaksanaan akidah, ibadah, muamalah dan perjuangan Islam. Siapakah di antara wanita yang lebih baik ucapannya dibandingkan dengan seorang mubalighah yang menyerukan aktivitas agung, yakni menyeru manusia untuk menegakkan syariah-Nya? Allah Swt berfriman : ]وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ[ Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata: \"Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?\" (QS Fushilat [41] : 33). Tentu itu dilakukan tanpa meninggalkan fungsi utamanya sebagai ‘umm[un] wa rabbah al-batt’ (ibu dan pengelola rumah tangga). Wallahu a’lam bi ash-shawab. [] KOMENTAR AL-ISLAM : Zaim Saidi: Syariah Islam Mengembalikan Masyarakat Makmur (Republika, 19/1/2010) Karena itu, hanya orang yang tak cerdas yang tak mau menegakkan syariah Islam.